Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

beberapa aturan bertakbir

0 komentar
الصيام0 اشهد ان لآاله الآ الله وحده لاشريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله0 اللهم صل وسلم عل محمد وعلى اله وصحبه اجمعين0 اما بعد، فياايهاالناس اتقواالله حق تقاته ولاتموتن الآ وانتم مسلمون 

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu

Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia…
Sejak tergelincirnya matahari di ufuk barat, gema takbir, tasbih dan tahmid mengumandang membahana di seluruh dunia mengagungkan kebesaran Allah, Tuhan yang maha perkasa pemilik segala kebesaran. Sepanjang hari, pagi, siang dan malam, di masjid-masjid, di kantor, di lapangan, di kesunyian malam, di keheningan fajar dan di keramaian kota, semua makhluk tunduk memuji kebesaran-Mu “Allahu Akbar”.

Hari raya Idul Fitri ini, merupakan hari kesyukuran dan kegembiraan bagi kaum muslimin, karena di bulan suci ramadhan yang penuh rahmat, magfirah dan barakah, telah dapat melaksanakan tugasnya dengan mudah dan lapang dada, tugas kehambaan hablum minallah, berbakti kepada Allah swt dengan melakukan ibadah puasa di siang harinya dan menegakkan berbagai amalan ibadah di malam harinya atas dasar iman dan ikhlas  untuk mengharap ridha-Nya semata.

Dari berbagai ibadah dalam Islam, puasa di bulan ramadhan seperti yang baru saja kita lakukan selama sebulan penuh, merupakan ibadah wajib yang paling mendalam bekasnya pada jiwa seorang muslim. Pengalaman selama  sebulan dengan  berbagai kegiatan yang menyertainya seperti berbuka, tarawih, tadarus dan makan sahur senantiasa membentuk unsur kenangan yang mendalam akan masa kanak-kanak di hati seorang muslim sampai ia dewasa.

Oleh karena itu, ibadah puasa merupakan bagian dari usaha pembentukan jiwa keagamaan seorang muslim dan menjadi sarana pendidikannya di waktu kecil sampai seumur hidupnya. Bulan ramadhan merupakan bulan keagamaan dengan intensitas yang tinggi, yang bakal meninggalkan kesan mendalam pada mereka yang terlibat melaksanakan ibadah di bulan suci itu. Kekhasan suasana ramadhan pada bangsa kita, juga tercermin  dalam suasana  hari  raya lebaran Idul Fitri yang kita laksanakan pada hari ini. Dari anak-anak hingga orang tua, berbondong-bondong menuju ke  tanah lapang dan masjid, dengan bau wewangian yang semerbak, pakaian baru yang indah-indah, semakin menambah kesemarakan hari raya idul fitri hari ini.

Karena itu, sudah sewajarnya kita merenungi makna hari raya ini yang merupakan hari raya keagamaan, sehingga kita dapat mengetahui hikmah dan makna di balik itu.  Idul Fitridari segi bahasa berarti kembali suci. Fitrah atau kesucian asal manusia adalah sebutan untuk rancangan Allah swt mengenai kita, artinya kita ini diciptakan dengan rancangan sebagai makhluk suci yang sakral.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu

Jamaah ied yang dimuliakan Allah……

Manusia pada dasarnya adalah suci. Oleh karenanya sikap-sikap manusia pun seharusnya menunjukkan sikap-sikap yang suci, terutama terhadap sesama manusia.  Ada ungkapan yang mengatakan bahwa manusia itu suci dan berbuat suci kepada sesamanya dalam bentuk amal saleh. Fitrah terkait dengan hanif artinya suatu sifat dalam diri kita yang cenderung memihak kepada kebaikan dan kebenaran. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:

البرمااطمان إليه القلب واطمأنت إليه النفس وا لإثم ما حاك قي القلب و تر ددفي الصد ر
Artinya:
“Kebajikan ialah sesuatu yang membuat hati dan jiwa tenang. Dan dosa ialah sesuatu yang terasa tak karuan dalam hati dan terasa bimbang di dada” (HR  Ahmad).

Maksud dosa dalam hadis ini adalah, sesuatu yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani. Oleh karena itu ketika ada polemik mengenai nabi Ibrahim as, di  mana orang Yahudi mengatakan bahwa Ibrahim ialah orang Yahudi, dan orang Nasrani mengatakan Ibrahim adalah seorang Nasrani, maka Allah berfirman:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ  

Terjemahnya:

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasarani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri kepada Allah dan sekali-kali dia bukanlah termasuk golongan orang-orang musyrik” (QS. Al Imran: 67).

Makasud ayat di atas bahwa Ibrahim itu adalah seorang yang hidupnya digunakan untuk mencari kebenaran dengan tulus dan ikhlas, tanpa  semangat golongan atau kelompok, diiringi dengan musliman yaitu pasrah kepada Allah swt. Dalam Firman Allah yang lain disebutkan bahwa agama yang benar tidak lain adalah asal kesucian manusia yaitu fitrah:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Terjemahnya:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(QS. Ar-Rum: 30).

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu

Hadirin kaum muslimin dan muslimat yang terhormat…
Tahun boleh berganti, zaman boleh berubah, milenium boleh bertukar, tetapi manusia tetap sama selama-lamanya, sesuai dengan desain Allah swt. Manusia adalah makhluk yang selalu merindukan kebenaran dan akan merasa tentram apabila mendapatkan kebenaran itu. Sebaliknya, kalau dia tidak mendapatkannya, dia akan gelisah.

Jadi menurut firman Allah di atas, bahwa agama yang benar ialah kemanusian primordial artinya sesuatu yang asli, yang berasal dari pokok atau pangkal diciptakan. Idul Fitri adalah hari raya untuk merayakan kembalinya fitrah, setelah hilang dan diketemukan kembali atau berhasil diketemukan. Hal itu karena adanya ibadah puasa yang berintikan  latihan menahan diri dari godaan-godaan, seperti dilambangkan dengan makan dan minum serta hubungan biologis.

Khutbah Idul Fitri Ramadhan Mengantar Manusia Ke Fitrahnya 2

Pahala puasa  tentunya tidak tergantung seberapa jauh kita lapar dan haus. Melainkan tergantung pada, apakah kita menjalankannya dengan iman dan ihtisab kepada Allah, serta penuh instrospeksi diri atau tidak. Bukti lebih jauh bahwa pahala puasa  tidak tergantung pada seberapa jauh kita lapar dan haus adalah disunatkannya berbuka puasa sesegera mungkin yang dalam istilah agama disebut ta’jil. Jadi semakin cepat kita berbuka puasa, makin besar pahalanya. Sedangkan sahur disunatkan seakhir mungkin, karena semakin akhir sahur kita semakin besar pula pahalanya. Dan nabi Muhammad saw. tetap menganjurkan kita sahur, meskipun tidak ada nafsu makan karena merasa kenyang, karena menurut beliau dalam sahur ada berkah.

Hal ini semua menunjukkan bahwa, Allah tidak menghendaki kita tersiksa, tetapi Allah menghendaki kita melatih menahan diri dari godaan-godaan yang terkadang menjerumuskan kepada kesesatan. Maka pahala ibadah puasa tergantung kepada seberapa jauh kita bersungguh-sungguh melatih menahan diri, melatih untuk tidak tergoda, sebab salah satu kelemahan manusia memang terkadang tidak bisa menahan diri. Dalam al-Qur’an banyak disebutkan bahwa diantara kelemahan manusia ialah pandangannya yang pendek, Allah berfirman:
كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ(20)وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ(21)  

Terjemahnya:
“Sekali-kali janganlah demikian, sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan akhirat”(QS. Al-Qiyamah:20-21)

Karena kita gampang tergoda, menganggap sesuatu yang sepintas lalu adalah menyenangkan dan menarik, kemudian kita ambil, padahal nanti dibelakang hari akan membawa malapetaka. Dosa tidak lain adalah demikian itu, sesuatu yang dalam jangka pendek membawa kesenanngan tetapi dalam jangka panjang membawa kehancuran. Ini karena efek kelemahan manusia yang tidak sanggup melihat akibat perbuatannya dalam jangka panjang, lebih tertarik pada akibat-akibat jangka pendek. Ingin kaya tetapi harus cepat, maka jalan pintas pun diambil, korupsi, mencuri, menipu, berjudi dan sebagainya.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Kita lahir dalam fitrah berarti kita hidup dalam kesucian. Akan tetapi karena kelemahan kita itu mudah tergoda, sehingga sedikit demi sedikit diri kita menumpuk debu-debu dosa dan menutup hati kita sehingga menjadi gelap. Padahal semula hati kita itu terang sehingga mampu memantulkan sinar kebaikan. Itulah sebabnya hati kita itu disebut nurani yang berarti cahaya. Tapi lama kelamaan menjadi gelap karena selalu dikotori dengan debu-debu dosa,  sehingga menjadi zhulmani yang berasal dari zhulm berarti gelap. Dalam bahasa al-Qur’an dosa disebut zhulm, sehingga orang yang berbuat dosa disebut zhalim, artinya seseorang yang melakukan sesuatu yang membuat dirinya dan kesuciannya (fitrahnya) serta hati nuraninya menjadi gelap.

Imam al-Ghazali megemukakan bahwa kemuliaan martabat manusia disebabkan karena kesiapannya mencapai ma’rifat kepada Allah, dan hal itu dimungkinkan karena adanya hati. Dengan hati, manusia mengetahui Allah dan mendekati-Nya, sementara anggota badan yang lain berfungsi sebagai pelayannya Ia mengatakan bahwa hati mempunyai dua unit yaitu yang dapat dilihat dengan mata kepala dan yang satunya lagi hanya dapat dilihat dengan mata hati. Yang pertama adalah anggota badan, sedang yang kedua adalah daya-daya seperti; daya penglihatan, daya pendengaran, daya khayal, daya pikir dan sebagainya.

Hati juga diibaratkan sebagai pesawat pemancar (dzawq) yang dapat menangkap sinyal-sinyal yang melintas. Kapasitas pesawat hati tiap orang berbeda-beda tergantung pada desain dan ”baterainya.” Hati yang telah lama dilatih melalui proses latihan (riyadhah) memiliki desain dengan kapasitas besar yang mampu menangkap sinyal yang jauh termasuk sinyal isyarat masa yang akan datang.

Ketajaman hati juga diibaratkan sebagai cermin (cermin hati). Orang bersih dari dosa, hatinya bagaikan cermin yang bening, yang begitu mudah untuk berkaca diri. Orang yang suka mengerjakan dosa-dosa kecil, hatinya buram bagaikan cermin yang terkena debu, jika digunakan kurang jelas hasilnya. Orang yang suka melakukan dosa besar, hatinya gelap bagaikan cermin yang tersiram cat hitam, dimana hanya sebagian kecil saja bagiannya yang dapat digunakan. Sedangkan orang yang suka mencampuradukkan perbuatan baik dengan perbuatan dosa, hatinya kacau bagaikan cermin yang retak-retak, yang jika digunakan akan menghasilkan gambar yang tidak benar.

Apabila kita mencapai suatu titik dimana kita tidak lagi menyadari bahwa perbuatan kita itu jahat, maka inilah yang disebut dengan “kebangkrutan rohani”. Problema terbesar dalam masyarakat adalah menghadapi orang yang menjalankan hal-hal yang sebetulnya tidak baik, akan tetapi justru merasa berbuat baik, Allah mengingatkan:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا(103)الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا(104)

Terjemahnya:
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? “Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupannya di dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya” (QS. Al-Kahfi: 103-104).

Itulah sebabnya, Allah menyediakan bulan puasa, supaya kita dapat mensucikan diri, sehingga membuat diri kita kembali menjadi suci. Oleh karena itu puasa bukan saja bulan suci tetapi bulan pensucian. Dan kalau kita berhasil menjalankan ibadah puasa dengan iman yaitu  percaya kepada Allah swt dan ihtisab yang berarti mawas diri, menghitung diri sendiri atau instrospeksi, yaitu kesempatan bertanya dengan jujur siapa kita ini sebenarnya, apakah betul kita ini sudah banyak berbuat baik, maka Allah akan mengampuni dosa dan kesalahan kita, Rasulullah saw. bersabda:

من صام رمضان إيمانا واحتساباغفر له ماتقدم من دنبه
Artinya:
“Barang siapa berpuasa ramadhan karena iman dan ihtisab, niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu”

Nabi Muhammad saw menjanjikan, kalau kita berhasil berpuasa dengan dasar iman dan ihtisab, maka seluruh dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah swt. Dan konsekwensinya pada waktu kita selesai berpuasa yaitu pada tanggal 1 Syawal hari ini, kita ibarat dilahirkan kembali. Itulah yang kita rayakan dengan idul fitri (kembali suci). Kembalinya fitrah kepada kita, dan kita pun harus tampil sebagai manusia suci dan baik, sebaik-baiknya kepada sesama manusia, juga sebaik-baiknya kepada sesama makhluk.

Itulah sebetulnya semangat idul fitri yang kemudian kita ucapkan minal aidin wal faizin, semoga kita semuanya termasuk orang yang kembali ke fitrahnya dan sukses serta memperoleh kebahagiaan. Amin ya Rabbal alamin.



0 komentar: