beberapa aturan bertakbir
الصيام0
اشهد ان لآاله الآ الله وحده لاشريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله0 اللهم صل وسلم
عل محمد وعلى اله وصحبه اجمعين0 اما بعد، فياايهاالناس اتقواالله حق تقاته
ولاتموتن الآ وانتم مسلمون
Allahu
Akbar 3x Walillahilhamdu
Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia…
Sejak
tergelincirnya matahari di ufuk barat, gema takbir, tasbih dan tahmid
mengumandang membahana di seluruh dunia mengagungkan kebesaran Allah, Tuhan
yang maha perkasa pemilik segala kebesaran. Sepanjang hari, pagi, siang dan
malam, di masjid-masjid, di kantor, di lapangan, di kesunyian malam, di
keheningan fajar dan di keramaian kota, semua makhluk tunduk memuji
kebesaran-Mu “Allahu Akbar”.
Hari raya Idul Fitri
ini, merupakan hari kesyukuran dan kegembiraan bagi kaum muslimin, karena di
bulan suci ramadhan yang penuh rahmat, magfirah dan barakah, telah dapat
melaksanakan tugasnya dengan mudah dan lapang dada, tugas kehambaan hablum
minallah, berbakti kepada Allah swt dengan melakukan ibadah puasa di
siang harinya dan menegakkan berbagai amalan ibadah di malam harinya atas dasar
iman dan ikhlas untuk mengharap ridha-Nya semata.
Dari berbagai ibadah
dalam Islam, puasa di bulan ramadhan seperti yang baru saja kita lakukan selama
sebulan penuh, merupakan ibadah wajib yang paling mendalam bekasnya pada jiwa
seorang muslim. Pengalaman selama sebulan dengan berbagai kegiatan
yang menyertainya seperti berbuka, tarawih, tadarus dan makan sahur senantiasa
membentuk unsur kenangan yang mendalam akan masa kanak-kanak di hati seorang
muslim sampai ia dewasa.
Oleh karena itu,
ibadah puasa merupakan bagian dari usaha pembentukan jiwa keagamaan seorang
muslim dan menjadi sarana pendidikannya di waktu kecil sampai seumur hidupnya.
Bulan ramadhan merupakan bulan keagamaan dengan intensitas yang tinggi, yang
bakal meninggalkan kesan mendalam pada mereka yang terlibat melaksanakan ibadah
di bulan suci itu. Kekhasan suasana ramadhan pada bangsa kita, juga
tercermin dalam suasana hari raya lebaran Idul Fitri yang
kita laksanakan pada hari ini. Dari anak-anak hingga orang tua,
berbondong-bondong menuju ke tanah lapang dan masjid, dengan bau
wewangian yang semerbak, pakaian baru yang indah-indah, semakin menambah
kesemarakan hari raya idul fitri hari ini.
Karena itu, sudah
sewajarnya kita merenungi makna hari raya ini yang merupakan hari raya
keagamaan, sehingga kita dapat mengetahui hikmah dan makna di balik itu. Idul
Fitridari segi bahasa berarti kembali suci. Fitrah atau
kesucian asal manusia adalah sebutan untuk rancangan Allah swt mengenai kita,
artinya kita ini diciptakan dengan rancangan sebagai makhluk suci yang sakral.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Jamaah ied yang dimuliakan Allah……
Manusia pada dasarnya adalah suci. Oleh
karenanya sikap-sikap manusia pun seharusnya menunjukkan sikap-sikap yang suci,
terutama terhadap sesama manusia. Ada ungkapan yang mengatakan
bahwa manusia itu suci dan berbuat suci kepada sesamanya dalam bentuk amal
saleh. Fitrah terkait dengan hanif artinya suatu sifat dalam
diri kita yang cenderung memihak kepada kebaikan dan kebenaran. Dalam sebuah
hadis Rasulullah saw bersabda:
البرمااطمان إليه القلب واطمأنت إليه النفس وا
لإثم ما حاك قي القلب و تر ددفي الصد ر
Artinya:
“Kebajikan
ialah sesuatu yang membuat hati dan jiwa tenang. Dan dosa ialah sesuatu yang
terasa tak karuan dalam hati dan terasa bimbang di dada” (HR Ahmad).
Maksud dosa dalam hadis ini adalah, sesuatu
yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani. Oleh karena itu ketika ada
polemik mengenai nabi Ibrahim as, di mana orang Yahudi mengatakan bahwa
Ibrahim ialah orang Yahudi, dan orang Nasrani mengatakan Ibrahim adalah seorang
Nasrani, maka Allah berfirman:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا
نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Terjemahnya:
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula
seorang Nasarani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri
kepada Allah dan sekali-kali dia bukanlah termasuk golongan orang-orang
musyrik” (QS. Al Imran: 67).
Makasud ayat di atas
bahwa Ibrahim itu adalah seorang yang hidupnya digunakan untuk mencari
kebenaran dengan tulus dan ikhlas, tanpa semangat golongan atau kelompok,
diiringi dengan musliman yaitu pasrah kepada Allah swt. Dalam
Firman Allah yang lain disebutkan bahwa agama yang benar tidak lain adalah asal
kesucian manusia yaitu fitrah:
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Terjemahnya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(QS. Ar-Rum: 30).
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Hadirin kaum muslimin dan muslimat yang terhormat…
Tahun boleh berganti, zaman boleh berubah,
milenium boleh bertukar, tetapi manusia tetap sama selama-lamanya, sesuai
dengan desain Allah swt. Manusia adalah makhluk yang selalu merindukan
kebenaran dan akan merasa tentram apabila mendapatkan kebenaran itu.
Sebaliknya, kalau dia tidak mendapatkannya, dia akan gelisah.
Jadi menurut firman Allah di atas, bahwa agama
yang benar ialah kemanusian primordial artinya sesuatu yang asli, yang berasal
dari pokok atau pangkal diciptakan. Idul Fitri adalah hari raya untuk merayakan
kembalinya fitrah, setelah hilang dan diketemukan kembali atau berhasil
diketemukan. Hal itu karena adanya ibadah puasa yang berintikan latihan
menahan diri dari godaan-godaan, seperti dilambangkan dengan makan dan minum
serta hubungan biologis.
Pahala puasa tentunya tidak tergantung
seberapa jauh kita lapar dan haus. Melainkan tergantung pada, apakah kita
menjalankannya dengan iman dan ihtisab kepada
Allah, serta penuh instrospeksi diri atau tidak. Bukti lebih jauh bahwa pahala
puasa tidak tergantung pada seberapa jauh kita lapar dan haus adalah
disunatkannya berbuka puasa sesegera mungkin yang dalam istilah agama disebut ta’jil. Jadi
semakin cepat kita berbuka puasa, makin besar pahalanya. Sedangkan sahur
disunatkan seakhir mungkin, karena semakin akhir sahur kita semakin besar pula
pahalanya. Dan nabi Muhammad saw. tetap menganjurkan kita sahur, meskipun tidak
ada nafsu makan karena merasa kenyang, karena menurut beliau dalam sahur ada
berkah.
Hal ini semua menunjukkan bahwa, Allah tidak
menghendaki kita tersiksa, tetapi Allah menghendaki kita melatih menahan diri
dari godaan-godaan yang terkadang menjerumuskan kepada kesesatan. Maka pahala
ibadah puasa tergantung kepada seberapa jauh kita bersungguh-sungguh melatih
menahan diri, melatih untuk tidak tergoda, sebab salah satu kelemahan manusia
memang terkadang tidak bisa menahan diri. Dalam al-Qur’an banyak disebutkan
bahwa diantara kelemahan manusia ialah pandangannya yang pendek, Allah
berfirman:
كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ
الْعَاجِلَةَ(20)وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ(21)
Terjemahnya:
“Sekali-kali janganlah demikian, sebenarnya
kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan
akhirat”(QS. Al-Qiyamah:20-21)
Karena kita gampang tergoda, menganggap
sesuatu yang sepintas lalu adalah menyenangkan dan menarik, kemudian kita
ambil, padahal nanti dibelakang hari akan membawa malapetaka. Dosa tidak lain
adalah demikian itu, sesuatu yang dalam jangka pendek membawa kesenanngan
tetapi dalam jangka panjang membawa kehancuran. Ini karena efek kelemahan
manusia yang tidak sanggup melihat akibat perbuatannya dalam jangka panjang,
lebih tertarik pada akibat-akibat jangka pendek. Ingin kaya tetapi harus cepat,
maka jalan pintas pun diambil, korupsi, mencuri, menipu, berjudi dan
sebagainya.
Allahu Akbar 3X
Walillahilhamdu
Kita lahir dalam
fitrah berarti kita hidup dalam kesucian. Akan tetapi karena kelemahan kita itu
mudah tergoda, sehingga sedikit demi sedikit diri kita menumpuk debu-debu dosa
dan menutup hati kita sehingga menjadi gelap. Padahal semula hati kita itu
terang sehingga mampu memantulkan sinar kebaikan. Itulah sebabnya hati kita itu
disebut nurani yang berarti cahaya. Tapi lama kelamaan menjadi
gelap karena selalu dikotori dengan debu-debu dosa, sehingga menjadi zhulmani yang
berasal dari zhulm berarti gelap. Dalam bahasa al-Qur’an dosa
disebut zhulm, sehingga orang yang berbuat dosa disebut zhalim, artinya
seseorang yang melakukan sesuatu yang membuat dirinya dan kesuciannya
(fitrahnya) serta hati nuraninya menjadi gelap.
Imam al-Ghazali
megemukakan bahwa kemuliaan martabat manusia disebabkan karena kesiapannya
mencapai ma’rifat kepada Allah, dan hal itu dimungkinkan karena adanya hati.
Dengan hati, manusia mengetahui Allah dan mendekati-Nya, sementara anggota
badan yang lain berfungsi sebagai pelayannya Ia mengatakan bahwa hati mempunyai
dua unit yaitu yang dapat dilihat dengan mata kepala dan yang satunya lagi
hanya dapat dilihat dengan mata hati. Yang pertama adalah anggota badan, sedang
yang kedua adalah daya-daya seperti; daya penglihatan, daya pendengaran, daya
khayal, daya pikir dan sebagainya.
Hati juga diibaratkan
sebagai pesawat pemancar (dzawq) yang dapat menangkap sinyal-sinyal
yang melintas. Kapasitas pesawat hati tiap orang berbeda-beda tergantung pada
desain dan ”baterainya.” Hati yang telah lama dilatih melalui proses latihan (riyadhah) memiliki
desain dengan kapasitas besar yang mampu menangkap sinyal yang jauh termasuk
sinyal isyarat masa yang akan datang.
Ketajaman hati juga
diibaratkan sebagai cermin (cermin hati). Orang bersih dari dosa, hatinya
bagaikan cermin yang bening, yang begitu mudah untuk berkaca diri. Orang yang
suka mengerjakan dosa-dosa kecil, hatinya buram bagaikan cermin yang terkena
debu, jika digunakan kurang jelas hasilnya. Orang yang suka melakukan dosa
besar, hatinya gelap bagaikan cermin yang tersiram cat hitam, dimana hanya
sebagian kecil saja bagiannya yang dapat digunakan. Sedangkan
orang yang suka mencampuradukkan perbuatan baik dengan perbuatan dosa, hatinya
kacau bagaikan cermin yang retak-retak, yang jika digunakan akan menghasilkan
gambar yang tidak benar.
Apabila kita mencapai
suatu titik dimana kita tidak lagi menyadari bahwa perbuatan kita itu jahat,
maka inilah yang disebut dengan “kebangkrutan rohani”. Problema terbesar
dalam masyarakat adalah menghadapi orang yang menjalankan hal-hal yang
sebetulnya tidak baik, akan tetapi justru merasa berbuat baik, Allah
mengingatkan:
قُلْ
هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا(103)الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا(104)
Terjemahnya:
“Katakanlah: “Apakah
akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? “Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupannya di dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya” (QS. Al-Kahfi: 103-104).
Itulah sebabnya, Allah
menyediakan bulan puasa, supaya kita dapat mensucikan diri, sehingga membuat
diri kita kembali menjadi suci. Oleh karena itu puasa bukan saja bulan suci
tetapi bulan pensucian. Dan kalau kita berhasil menjalankan ibadah puasa dengan
iman yaitu percaya kepada Allah swt dan ihtisab yang
berarti mawas diri, menghitung diri sendiri atau instrospeksi, yaitu kesempatan
bertanya dengan jujur siapa kita ini sebenarnya, apakah betul kita ini sudah
banyak berbuat baik, maka Allah akan mengampuni dosa dan kesalahan kita,
Rasulullah saw. bersabda:
من
صام رمضان إيمانا واحتساباغفر له ماتقدم من دنبه
Artinya:
“Barang
siapa berpuasa ramadhan karena iman dan ihtisab, niscaya Allah akan mengampuni
dosanya yang telah lalu”
Nabi Muhammad saw
menjanjikan, kalau kita berhasil berpuasa dengan dasar iman dan ihtisab,
maka seluruh dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah swt. Dan
konsekwensinya pada waktu kita selesai berpuasa yaitu pada tanggal 1 Syawal
hari ini, kita ibarat dilahirkan kembali. Itulah yang kita rayakan dengan idul
fitri (kembali suci). Kembalinya fitrah kepada kita, dan kita pun
harus tampil sebagai manusia suci dan baik, sebaik-baiknya kepada sesama
manusia, juga sebaik-baiknya kepada sesama makhluk.
Itulah sebetulnya semangat idul fitri yang kemudian kita ucapkan minal aidin wal faizin, semoga kita semuanya termasuk orang yang kembali ke fitrahnya dan sukses serta memperoleh kebahagiaan. Amin ya Rabbal alamin.
Itulah sebetulnya semangat idul fitri yang kemudian kita ucapkan minal aidin wal faizin, semoga kita semuanya termasuk orang yang kembali ke fitrahnya dan sukses serta memperoleh kebahagiaan. Amin ya Rabbal alamin.
0 komentar: